Minggu, 01 Mei 2011

KEPEMIMPINAN PERUSAHAAN DALAM PSIKOGOI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG.
Kondisi global yang ditandai dengan persaingan yang makin ketat serta pasar bebas mengharuskan setiap perusahaan untuk mampu melakukan perbaikan berkelanjutan (continues improvement) agar mampu bersaing dan selanjutnya berkembang. Setiap perusahaan harus memiliki keunggulan kompetitif, kerjasama tim yang baik, kepercayaan dan penguasaan informasi yang memadai. Namun disamping semua faktor tersebut, faktor utama yang paling menentukan kesuksesan maupun keberhasilan perusahaan adalah pemimpin dalam perusahaan tersebut.
Sebagaimana diuraikan oleh Stephen R. Covey (1989) yang merupakan pakar psikologi dan manajemen organisasi dalam bukunya yang sangat terkenal The 7 Habits of Highly Effective Person bahwa faktor terpenting keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh pemipinnya. Pemimpin yang efektif akan dapat memotivasi seluruh perangkat personalnya untuk memajukan organisasi dan mencapai tujuan organisasi dengan baik. Untuk itu pemimpin harus memiliki kriteria khusus dan memegang prinsip yang dapat menjadikannya pemimpin yang efektif.
Seorang pemimpinlah yang menentukan jalannya bisnis, sasaran-sasaran yang ingin dicapai baik internal maupun eksternal, aset dan skill yang diperlukan, kesempatan dan resiko yang dihadapi. Pemimpin perusahaan adalah ahli strategi yang memastikan bahwa sasaran organisasi akan dapat tercapai. Dalam hal ini perubahan sosial, inovasi tekhnologi dan meningkatnya kompetisi merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap pemimpin. Oleh karena itu sangat dituntut bahwa pemimpin hendaknya memiliki talenta yang tinggi.(Watson, 1996)
Menyadari peran pemimpin yang sangat sentral dalam organisasi, para ahli berusaha melakukan berbagai macam penelitian untuk mendapatkan kriteria-kriteria pemimpin yang terbaik. Sudah begitu banyak teori-teori kepemimpinan yang ditulis oleh para ahli, baik dalam maupun luar negeri. Namun cukup disayangkan aspek yang dibahas sebagian besar hanya dari sisi manajemen dan bidang keahlian saja. Sehingga konsep yang dihasilkan cenderung mengasingkan manusia dari manusia disekitarnya. Manajemen modern juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya yang paling utama yaitu sebagai abdi Tuhan.
Ø  Perlunya Sisi Psikologi dan Spiritual dalam Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri seorang pemimpin selain mengendalikan perusahaan harus juga mampu mengendalikan dirinya sendiri dan berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi tersebut tidak hanya terbatas pada anggota dengan pimpinan, tetapi dalam arti luas interaksi tersebut melibatkan orang-orang dengan siapa organisasi melakukan transaksinya, yaitu dengan klien atau customer, supplier, peers, dan sebagainya. Interaksi tersebut tentu saja tidak akan berlangsung baik dan lancar jika tidak didasari oleh adanya penghargaan antara satu dengan yang lainnya.
Seberapa besar nilai-nilai pelayanan dan sikap positif mendasari para anggotanya akan terbaca dalam konteks hubungan yang terjalin. Dalam hal inilah pemimpin menjadi suatu model bagi para anggotanya. Bagaimana ia bersikap tehadap orang lain, tidak hanya sekedar sebagai pimpinan yang memberi perintah tetapi yang terpenting adalah kemampuannya untuk menjalin secara harmonis dengan tidak hanya mengandalkan rasio semata tetapi mampu menempatkan emosi pada tempat yang semestinya (Crosby, 1996).
Oleh karena itu kepemimpinan dalam perusahaan harus juga ditinjau dari perspektif psikologi dan spiritual. Sebenarnya orang-orang di barat juga sudah mulai membahas sisi spiritual dalam ilmu modern yang mereka kembangkan. Merekapun telah banyak melakukan penelitian-penelitian yang coba menggali sisi spiritual (Dadang Hawari : 2002). Diantara hasil penelitian tersebut adalah apa yang diperoleh oleh Ludenthal dan Star yang membuktikan bahwa penduduk yang religius resiko mengalami stres jauh lebih kecil daripada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya. Comstock dkk. dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa kegiatan keagamaan yang dilakukan secara teratur disertai dengan berdzikir, berdoa, ternyata dapat mengurangi resiko kematian akibat penyakir jantung koroner, emphysema (penggelembungan paru) dan lever sampai 50 persen.
Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Harrington, Juthani, Monakow, dan Goldstein yang mencoba mencari hubungan antara ilmu pengetahuan (neuroscientific) dengan dimensi spiritual. Walaupun belum dapat dibuktikan secara sempurna namun mereka dalam presentasinya yang berjudul Brain and Religion: Undigested Issues meyakini bahwa terdapat god spot dalam susunan saraf pusat manusia. Sebagai contoh, orang yang menderita kecemasan, kemudian diberi obat anti cemas, maka yang bersangkutan akan menjadi tenang. Namun orang yang sama bila memanjatkan doa dan dzikir ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa juga akan memperoleh ketenangan.
Ø  Psikologi dan Spiritual Menurut Pandangan Islam
Salah satu bidang yang paling berkembang dalam kajian spritual ini adalah bidang psikologi, dimana munculnya istilah kecerdasan spiritual yang dikenal dengan SQ oleh sepasang suami-isteri Danah Zohar dan Ian Marshal. Bahkan pada tahun 1984, World Health Organization (WHO) telah menambahkan satu dimensi lagi untuk menilai kesehatan manusia yaitu dimensi spiritual. Oleh American Psychiatric Association ini diadopsi dengan paradigma pendekatan bio-psycho-socio-spiritual.
Akan tetapi dalam pembahasan psikologi modern yang dikembangkan oleh barat, masalah spiritual belum dikaitkan dengan sisi agama. Seperti dapat kita lihat pada buku SQ, Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence (Danah Zohar dan Ian Marshal : 2000) sebagaimana dikritik oleh Ahmad Faqih HN dalam tulisannya, bahwa dikatakan tidak ada hubungan antara spiritualitas dengan religiusitas seseorang. Sampai-sampai dikatakan seorang atheis dan agnotis sekalipun bisa menjadi seorang memiliki kecerdasan spiritual.
Inti permasalahannya terletak pada cara pandang ilmu pengetahuan modern bahwa rasionalitas atau pancainderalah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran ini tentu saja berbeda dengan konsep Islam yang menempatkan wahyu disamping akal sebagai sumber pengetahuan. Hal ini menyebabkan ilmu pengetahuan modern termasuk didalamnya psikologi perlu mendapat perbaikan dan disesuaikan dengan prinsip Islam, dimana semua urusan harus dikembalikan kepada Al Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana firman Allah SWT "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan ta'atilah Rasul , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya".
Dan juga selaras dengan ajaran Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam sebagaimana tercantum dalam Al Qur'an :"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta alam"(Qs. Al Anbiyaa':107). Selain itu, terkait dengan keserbamencakupan dan kelengkapan syari'ah (Qs. Al Maidah :4), maka syari'ah itu mesti menjadi landasan nilai sekaligus landasan legal bagi segenap aktivitas manusia, termasuk dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Akan tetapi yang harus menjadi perhatian disini adalah dimana Islam memberi penjelasan bahwa manusia diberi karunia akal untuk mengembangkan ilmu pengetehuan yang berhubungan dengan dunia. Sebagaimana hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Muslim dimana Nabi Muhammad SAW ketika ditanya tentang metode pembuahan pohon kurma oleh sahabat. Hadits itu, dalam sebagian riwayat berbunyi: "Kalian lebih tahu tentang perkara dunia kalian"(Hadist ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Sahih-nya, dalam kitab Al Fadlail, dari riwayat Thalhah, Rafi' bin Khudaij, A'isyah, dan Anas r.a. (hadist-hadist no. 2361-2363) dari Shahih Muslim).
Ø  Psikologi Islam
Berangkat dari keterbatasan ilmu psikologi modern inilah yang menyebabkan para ilmuwan muslim mulai mengembangkan psikologi Islam. Disamping itu telah diketahui bahwa dalam sejarah Islam sendiri telah banyak para pemikir Islam yang menulis buku berkaitan dengan ilmu kejiwaan. Misalnya konsep perkembangan moral dan rasio seseorang bisa dibaca dalam karya klasik Ibn Thufail yang berjudul Hayy ibn Yaqzhan. Atau konsep-konsep umum mengenai nafs, qalb, atau akal yang dikemukakan oleh tokoh semacam al-Ghazali, Ibn Miskwaih, Ibnul Qoyyim al-Jauzi, dan lain-lain (Utsman Najati : 2002).
Dalam perkembangannya sebagaimana ditulis oleh Ahmad Faqih HN dalam artikelnya "Menggagas Psikologi Islami: Mendayung di Antara Paradigma Kemodernan dan Turats Islam" bahwa pengembangan psikologi Islam terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi modern dan kemudian bersentuhan dengan konsep-konsep psikologi yang dibahas dalam ajaran Islam. Mereka lalu mulai mencocokan dan mengintegrasikan ilmu psikologi yang mereka kuasai dengan apa yang ada dalam Al Qur'an dan Hadist serta khasanah klasik Islam, dan pada tingkat yang lebih lanjut mulai mengkritisi teori psikologi barat yang dinilai tidak sesuai.
Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang memang langsung menggali khasanah klasik Islam yang diantaranya membahas tentang ilmu kejiwaan manusia. Misalnya, Abdul Mujib dan Achmad Mubarok. Keduanya bukanlah psikolog dan tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi, namun mereka memiliki akses terhadap literatur-literatur berbahasa Arab yang di situ terhampar pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim klasik yang bersinggungan dengan psikologi.
Perkembangan kajian psikologi Islam yang cukup pesat dari kedua kelompok tersbut memberi harapan bahwa nantinya psikologi Islam dapat digunakan sebagai mahzab kelima psikologi setelah psikoanalisis, behavioristik, humanistik, dan transpersonal. Akan tetapi kalau mau dicermati kedua model pengembangan tersebut masih memiliki kelemahan-kelemahan fundamental yang harus diwaspadai jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal. Misalnya, apabila terlalu memfokuskan pada pendekatan modern kemudian hanya melabelkannya dengan Islam, maka yang terjadi adalah bukan muncul suatu ilmu, melainkan hanya menempel-nempelkan yang dianggap cocok (labeling).
Kepemimpinan Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama. Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari :
  1. Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
  2. Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
  3. Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyaihak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
  4. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosokpemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
  5. Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpinadalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
    Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda. Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.

BAB II
ISI
A. Kepemimpinan, Karakteristik Pekerjaan dan Kepuasan Kerja
Sukses tidaknya suatu organisasi sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu berprestasi maksimal. Kepuasan kerja mempunyai peranan penting terhadap prestasi kerja karyawan, ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.
Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya tampilan kerja baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Kepuasan dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan dan insentif.
Menurut Locke dalam Munandar (2001:350) tenaga kerja yang puas dengan pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya. Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26).
Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001:196) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
Kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik pekerjaan, gaji, penyeliaan, rekan-rekan sejawat yang menunjang dan kondisi kerja yang menunjang. (Munandar, 2001:357).
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan, pemimpin merupakan pencetus tujuan, merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan seluruh sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko, 2001 : 291). Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, model karakteristik pekerjaan (job characteristics models) dari Hackman dan Oldham (1980) adalah suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan (job enrichment) yang dispesifikasikan kedalam 5 dimensi karakteristik inti yaitu keragaman ketrampilan (skill variety), Jati diri dari tugas (task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini merupakan fungsi dan faktor pribadi. Kelima karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan psikologis yang penting bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.
Karakteristik pekerjaan seorang karyawan jelas terlihat desain pekerjaan seorang karyawan. Desain pekerjaan menentukan bagaimana pekerjaan dilakukan oleh karena itu sangat mempengaruhi perasaan karyawan terhadap sebuah pekerjaan, seberapa pengambilan keputusan yang dibuat oleh karyawan kepada pekerjaannya, dan seberapa banyak tugas yang harus dirampungkan oleh karyawan.
Rendahnya kepuasan kerja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti mangkir kerja, mogok kerja, kerja lamban, pindah kerja dan kerusakan yang disengaja. Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi akan rendah tingkat kemangkirannya dan demikian sebaliknya, organisasi-organisasi dengan karyawan yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif dari pada organisai-organisasi dengan karyawan yang tak terpuaskan sehingga dapat meningkatkan produktivitas organisasi dan salah satu penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada tempat kerja sekarang. (Robbins 2001).
B. Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Karyawan
Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi. Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).
Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi. Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan dapat ditingkatkan, bila atasan bersifat ramah dan memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka (Robbins, 2002 : 181).
Partisipasi dalam pengambilan keputusan kepemimpinan khususnya pada kepemimpinan demokratis akan mempunyai dampak pada peningkatan hubungan manajer dengan bawahan, menaikkan moral dan kepuasan kerja serta menurunkan ketergantungan terhadap pemimpin (Supardi, dkk, 2002 : 76). Dengan demikian dapat dikatakan kepemimpinan sangat erat hubungannya dengan kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan yang memperoleh respon positif dari karyawan cenderung akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan, demikian bila terjadi sebaliknya.
C. Model Karakteristik Pekerjaan (Job characteristics models)
Dalam Simamora, (2004:129) model karakteristik pekerjaan (Job characteristics models) merupakan suatu pendekatan terhadap pemerkayaan pekerjan (job enrichment). Program pemerkayaan pekerjaan (job enrichment) berusaha merancang pekerjaan dengan cara membantu para pemangku jabatan memuaskan kebutuhan mereka akan pertumbuhan, pengakuan, dan tanggung jawab. Pemerkayaan pekerjaan menambahkan sumber kepuasan kepada pekerjaan. Metode ini meningkatkan tanggung jawab, otonomi, dan kendali. Penambahan elemen tersebut kepada pekerjaan kadangkala disebut pemuatan kerja secara vertikal (vertical job loading). Pemerkayaan pekerjaan (job enrichment) itu sendiri merupakan salah satu dari teknik desain pekerjaan,
Dalam Samuel, (2003:75) dikatakan bahwa pendekatan klasik tentang desain pekerjaan yang diajukan Hackman dan Oldham (1980) dikenal dengan istilah teori karakteristik pekerjaan (job characteristics theory).
Menurut teori karakteristik pekerjaan ini, sebuah pekerjaan dapat melahirkan tiga keadaan psikologis dalam diri seorang karyawan yakni mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan kerja, ketidakhadiran dan perputaran karyawan. Keadaan psikologis kritis ini dipengaruhi oleh dimensi inti dari sebuah pekerjaan yang terdiri dari keragaman keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi tugas dan umpan balik.
Menurut Munandar (2001:357) ada lima ciri-ciri intrinsik pekerjaan yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Kelima ciri intrinsik tersebut adalah sebagai berikut :

1. Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
2. Jati diri tugas(task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas.
3. Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
4. Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja.
D. Ciri - Ciri Manajemen Puncak yang Berhasil
Menurut Bennis dan Nanus (1985) paling tidak seorang manajer yang berhasil harus memiliki 4 (empat) macam ketrampilan (penelitian dilakukan terhadap 90 pemimpin yang kesemuanya adalah manajer puncak/chief executife officer :

1. Attention through vision.
Pemimpin harus mempunyai sebuah Visi atau bayangan usaha mereka di masa depan. Melalui bayangan ini mereka didesak untuk mendapatkan hasil.
Bennis dan Nanus mengatakan : "The visions the various leaders conveyed seemed to bring about a confidence on the part of the employees, a confidence that instilled in them a belief that they were capable of performing the necessasy acts"

2. Meaning throught communication.
Bayangan masa depan usaha dari pemimpin harus dapat dikomunikasikan oleh pemimpin kepada bawahannya. Komunikasi ini sangat jelas dan rinci


3. Trust throught positioning
Jika visi telah dikomunikasikan, maka visi perlu diimplementasikan. possotioning merupakan perangkat tindakan yang diperlukan untuk mengimplementasikan visi dari pemimpin. Melalui penetapan kedudukannya , kepemimpinan memntapkan kepercayaan. untuk mendapatkan kepercayaan dari para pengikutnya pemimpin harus berprilaku konsisten dan tetap berada pada jalur yang telah disepakati.
4. The Deployment of self throught positive self-regard and through the Wallenda faktor.
Faktor utama dari pemimpin yang berhasil adalah perluasan kreatif dari diri, yang dapat dilakukan dengan menghargai diri secara positif. Menurut Bennis dan Nanus menghargai diri secara positif bukan merupakan pemusatan pada diri yang egoistik, melainkan terdiri dari tiga komponen utama yaitu : pengetahuan tentang kekuatan-kekuatannya; kemampuan untuk merawat dan mengembangkan kekuatan-kekuatan tersebut; Kemampuan untuk secara tajam dapat melihat perbedaan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya dengan kebutuhan-kebutuhan organisasi.
Perluasan diri memalui faktor walenda ini pada hakikatnya berarti bahwa dalam melakukan berbagai macam hal kita harus memusatkan perhatian pada apa yang akan dilakukan dan tidak memikirkan tentang kemungkinan akan kegagalan. Karl Walenda adalah seorang akrobat yang berjalan diatas tali yang dapat saja meninggal setiap saat ketika ia berjalan diatas tali pada ketinggian tertentu. ia tidak pernah memikirkan akan kegagalan. Pada tahun 1978 ia terjatuh dan meninggal. istrinya ingat bahwa pada hari itu untuk pertama kali Wallenda berpikir tentang kegagalan. Rupanya ia mencurahkan seluruh tenaganya pada usaha untuk tidak jatuh dan bukan untuk berjalan di atas tali.

 

Empat Hukum Kepemimpinan Dalam Perusahaan.

Melakukan perubahan adalah tugas utama seorang eksekutif. Tiap hari eksekutif berkutat dengan segala hal yang berbau perubahan, dan ia berperan besar dalam setiap proses perubahan. Tanpa dukungan dan dorongan pimpinan, niscaya perubahan bisa terlaksana secara efektif dalam setiap perusahaan. Pakar manajemen dari Columbia University Graduate School of Business Prof. Michael Feiner menyebutkan 4 hukum yang harus dipahami oleh setiap pemimpin dalam melakukan perubahan:
1. The Law of the Burning Platform
Bila seorang pemimpin ingin meraih sukses dalam upaya perubahan- dalam departemen, seksi, divisi, di perusahaan anak, atau di perusahaan itu sendiri- langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah meyakinkan orang lain bahwa perubahan tak terelakkan. Bahwa tanpa perubahan, kondisi akan sangat menyakitkan. Platform bisnis saat ini lebih baik dihancurkan kalau tidak ia akan menghadapi masa depan yang semakin sulit. Kegagalan menyampaikan pesan ini kepada seluruh jajaran organisasi akan menyebabkan perubahan sulit terlaksana secara baik.
Sebagai contoh, sering sekali pimpinan senior memutuskan untuk mengganti kultur dari organisasi. Tingginya tingkat ke luar-masuk karyawan (turnover) menyadarkan mereka bahwa kultur yang ada saat ini bisa terlalu longgar dan bisa pula karena terlalu kejam. Bisa pula karena adanya masukan dari pelanggan yang menyebutkan mereka tidak terlalu sensitif terhadap kebutuhan pelanggan. Namun, pada saat mengkomunikasikan perubahan tersebut, pimpinan hanya menjelaskan kepada karyawan hal yang sangat umum bahwa diperlukan perubahan kultur, tanpa mengaitkannya dengan keberlanjutan nasib mereka ke depan.
Cara semacam ini tidak membuat orang terdorong untuk melakukan perubahan. Orang harus melihat kebutuhan untuk perubahan kultur tersebut selama hal itu menjadi isu sentral bagi perusahaan- hal yang akan menentukan hidup-matinya perusahaan. Pemimpin yang hebat akan menjelaskan bahwa tingkat ke luar-masuk karyawan yang tinggi akan menyebabkan perusahaan sulit beroperasi secara efektif dan mempertahankan pelanggan. Karena perubahan itu begitu vital bagi perusahaan, maka karyawan secara otomatis akan ikut dalam perubahan tersebut.
2. The Law of Cascading Sponsorhip
Pemimpin tidak bisa mendelegasikan tanggung jawab untuk melakukan perubahan kepada orang lain. Sering terjadi, pemimpin yang melihat perlunya perubahan yakin bahwa sekali hal itu dipahami oleh staf atau bawahan, maka mereka akan bisa melakukan perubahan tersebut. Kenyataannya, tidak bisa begitu.
Proses perubahan mensyaratkan keterlibatan dan dukungan dari banyak pihak. Pemimpin harus bisa mendapatkan dukungan dari setiap level organisasi. Sekali pimpinan mendapatkan komitmen dari sekelompok orang tersebut (disebut juga cascading sponsorship), maka kelompok itu akan bekerja sama untuk mendapatkan komitmen perubahan yang lebih luas. Pemimpin yang sukses paham betul bahwa mereka harus selalu terlibat langsung dan terus menerus sejak dari awal hingga selesai.
3. The Law of Nuts and Bolts
Pada umumnya, pemimpin mengawali proses perubahan dengan sebuah pidato dan pesan lainnya terhadap karyawan.
Pidato itu sendiri tidaklah cukup untuk membuat perubahan, tetapi ia bagian penting dari alat perubahan. Akan tetapi, pidato itu hanya bagian kecil dari proses perubahan yang efektif. Pemimpin yang berpidato tentang perlunya perubahan mengasumsikan bahwa orang akan menerima penjelasan yang disampaikan. Hal itu tentu saja belum cukup karena masih banyak yang harus dikerjakan. Jauh sebelum komunikasi pertama, seorang pemimpin harus memulai proses dengan memahami apa saja yang perlu dilakukan agar perubahan dalam organisasi berlangsung sukses. Ada beberapa pertanyaan berikut yang perlu dijawab terlebih dulu:
Berapa lama perubahan dibutuhkan? Apa saja factor-faktor kunci selama proses perubahan tersebut? Siapa saja pendukung kunci yang diperlukan untuk memperkenalkan perubahan? Bagaimana caranya agar pendukung perubahan bisa menang? Di mana saja resistensi bakal muncul? Apa peran yang dimainkan pendukung kunci dalam membantu sponsor perubahan? Seberapa besar kebutuhan terhadap perubahan bisa dikomunikasikan secara meyakinkan?
Bagaimana cara terbaik untuk mengkomunikasikan dampak positif dari perubahan terhadap peran dan jabatan individual dalam organisasi? Masukan apa saja yang diharapkan dari karyawan di setiap level? Apa peran saya sebagai pimpinan dalam setiap tahapan proses perubahan? Bagaimana caranya agar bisa terus menumbuhkan perlunya perubahan? Seorang pimpinan mesti menganalisis setiap langkah dalam proses, harus menentukan secara tepat apa saja yang dibutuhkan untuk sukses, dan mesti pula mengambil tanggung jawab demi kesuksesan implementasi perubahan.
4. The Law of Ownership
Salah satu alasan kenapa orang membenci perubahan adalah karena hal itu berpengaruh terhadap mereka. Kendati mereka paham terhadap alasan perubahan, tetap saja mereka merasa menjadi korban dari keputusan orang lain. Oleh sebab itu, orang harus diberi hak untuk menyampaikan pendapat dalam setiap proses perubahan yang dilakukan. Bila tidak, mereka tidak akan merasa memiliki hasil dari proses perubahan.
Selama proses perubahan berlangsung, setiap orang dalam organisasi seyogyanya diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat dan pertanyaan. Selama masukan mereka masuk akal, pemimpin harus menyatukannya ke dalam proses perubahan. Hal ini menjadikan mereka memiliki perubahan itu sendiri - aktif sebagai pelaku perubahan.

KARAKTERISTIK PIMPINAN PERUSAHAAN YANG IDEAL ISLAM.
Makna Pemimpin dan Kepemimpinan
Stogdill (1974) yang merupakan salah satu ahli yang banyak meneliti dalam bidang kepemipinan menyatakan dalam bukunya Handbook of Leadership. A Survey of Theory and Research bahwa definisi kepemimpinan yang ada hampir sama dengan jumlah orang yang mendefinisikannya. Ia sendiri dalam buku yang sama mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses atau tindakan untuk mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Locke (1997) sebagaimana dirangkum oleh Th. Agung M. Harsiwi (2003) menjelaskan kepemimpinan mencakup tiga elemen berikut :
1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka.
2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988) kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
3. Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
Islam sebagai agama yang sempurna sangat memperhatikan tentang masalah kepemimpinan ini. Pemimpin yang dalam bahasa Al Qur'an disebut khalifa sangat sering disebutkan dan dibahas dalam Al Qur'an. Diantaranya ayat-ayat tersebut adalah : "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (Qs Al Baqarah :30), kemudian pada ayat yang lain Allah berfirman "Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia menyesatkan kamu dari jalan Allah" (Qs As Shaad:26), "Dialah yang menjadikan kami khalifah-khalifah dimuka bumi" (Qs Al Fathir : 39), dan masih ada banyak ayat-ayat yang lain.
Salah satu bukti pentingnya seorang pemimpin dapat kita lihat dari sebuah hadist yang memerintahkan untuk mengangkat seorang pemimpin walaupun hanya dalam keadaan berpergian dengan jumlah tiga orang, yaitu "Apabila ada tiga orang keluar bepergian, maka hendaklah mereka menjadikan salah seorang sebagai pemimpin" (H.R Abu Daud). Dan juga dapat kita lihat dari dalamnya sabda Rasululullah SAW, "Kamu semuanya pemimpin (di tempat dan bidangnya masing-masing) dan semua kamu akan diminta pertanggungjawabannya. Dan Imam (penguasa) itu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya" (H. R. Bukhari dan Muslim).
Pemimpin Perusahaan Yang Tangguh
Semua pekerjaan baik itu besar maupun kecil harus dilakukan oleh orang yang tepat, itilah populernya right man in the right place. Rasulullah SAW beberapa abad yang lampau telah mengingatkan "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H.R. Bukhari bab Ilmu).
Terlebih lagi urusan pemimpin yang memegang kendali terhadap apa yang dipimpinnya. Dalam hal ini pemimpin perusahaan yang ditangannya terletak masa depan perusahaan dan seluruh pihak yang merupakan stake holders perusahaan tersebut. Kepemimpinan sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi harus mampu mensikapi perkembangan zaman. Pemimpin yang tidak dapat mengantisipasi dunia yang sedang berubah ini, atau setidaknya tidak memberikan respon, besar kemungkinan akan memasukkan organisasinya dalam situasi stagnasi dan akhirnya mengalami keruntuhan.
Seorang pemimpin perusahaan yang ideal haruslah seorang yang mempunya kapabilitas dan profesionalitas agar dapat memimpin dengan manajemen dan sistem yang baik. Sudah begitu banyak buku manajemen dan psikologi yang ditulis oleh para ahli yang mencoba merumuskan karakteristik dari pemimpin perusahaan yang tangguh dan efektif. Dua buku yang paling populer membahas tentang ini adalah The 7 Habits of Highly Effective Person (Stephen R Covey : 1989) dan Managing People is like Herding Cats (Warren Bennis : 1997)
Dalam bukunya Stephen R Covey menguraikan bahwa beberapa kriteria pemimpin organisasi yang efektif adalah :

a. Mau terus belajar
Pemimpin harus menganggap seluruh hidupnya sebagai rangkaian dari proses belajar yang tiada henti untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya.

b. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin yang baik akan melihat kehidupan ini sebagai misi bukan karir, dimana ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan melayani orang lain, karena dasar yang melandasinya kepemimpinan adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain.

c. Memberikan energi positif
Energi positif yang dipancarkan akan dapat mempengaruhi orang-orang di sekitarnya, sehingga dapat tampil sebagai juru damai dan penengah untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.

d. Mempercayai orang lain
Dengan mempercayai orang lain maka seorang pemimpin dapat menggali dan menemukan kemampuan tersembunyi dari pekerjanya.

e. Memiliki keseimbangan hidup
Pemimpin efektif merupakan pribadi seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri, bijak, tidak gila kerja dan menjadi budak rencana-rencana sendiri.

f. Jujur pada diri sendiri
Sikap ini ditunjukkan dengan sikap mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai hal yang berjalan berdampingan dengan kegagalan.

g. Mau melihat hidup sebagai sesuatu yang baru
Pemimpin yang mampu dan mau melihat hidup sebagai sesuatu yang baru akan memiliki kehendak, inisiatif, kreatif, dinamis dan cerdik.

h. Memegang teguh prinsip
Mampu memegang teguh prinsip dan tidak mudah dipengaruhi, namun untuk hal harus dikompromikan dapat bersifat luwes.

i. Sinergistik
Pemimpin harus bersikap sinergistik dan menjadi katalis perubahan, sehingga setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik karena selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif.

j. Selalu memperbaharui diri
Pemimpin harus bersedia secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia, yaitu fisik, mental, emosi, dan spiritual untuk memperbarui diri secara bertahap.

Sedangkan Warren Bennis (1997) sebagaimana dirangkum oleh Cahyo Pramono dalam tulisannya di Waspada Online (26 Juli 2004) menulis dalam bukunya Managing People is like Herding Cats yang juga telah diterbitkan dalam versi bahasa Indonesia, mensyaratkan bahwa seorang pemimpin perusahaan yang tangguh haruslah mempunyai karakteristi-karakteristik berikut :

a. Pengenalan diri
Secara pasti mereka mengenal kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Bahkan mereka sering menggunakan jasa pihak lain untuk memberikan masukan dan pemahaman atas kepribadiannya. Dengan bekal pemahaman atas dirinya, mereka bergerak maju memperbaiki kekurangan dan melesat jauh bersama kelebihannya.

b.Terbuka terhadap umpan balik
Pemimpin yang efektif mengembangkan sumber-sumber umpan balik yang bervariasi dan berharga mengenai perilaku dan kinerja mereka. Pemimpin yang efektif cenderung memiliki gaya yang terbuka. Dalam proses pembelajaran tersebut kadang pemimpin yang efektif dan dinamis menjadi sangat reflektif terhadap apa yang dikerjakan, kendati hal tersebut membuat mereka menjadi terbuka dan rawan terhadap kritik.

c.Pengambil resiko yang selalu ingin tahu
Kebanyakan pemimpin adalah petualang, pengambil risiko dan selalu ingin tahu bahkan sangat ingin tahu. Mereka tampak mampu mengambil risiko sangat besar dan membiasakan dirinya selalu terlibat dalam situasi berbahaya yang mereka sadari sebelumnya. Hampir selalu terjadi, para pemimpin besar mengalami kemunduran, krisis, atau kegagalan dalam kehidupan mereka.

d. Konsentrasi pada pekerjaan
Mereka adalah orang-orang yang walaupun berkemampuan kecil dalam hubungan antar pribadi, tetapi memiliki tingkat konsentrasi yang luar biasa. Mata tajam mereka terfokus pada pekerjaan, perusahaan, sasaran-sasaran, dan misi misi mereka.

e. Menyeimbangkan tradisi dengan perubahan
Alfred North Whitehead pernah mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin efektif, anda harus memiliki keterikatan, baik dengan budaya maupun dengan kebutuhan akan revisi dan perubahan. Anda mesti waspada dengan tradisi, tetapi tak terjerat olehnya. 

f. Bertindak sebagai model dan mentor
Pemimpin bangga menjadi seorang mentor dan merasakan kemenangan ketika mereka pada akhirnya berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Pemimpin menghargai kemenangan itu dengan menjadikan seluruh periode kehidupan sebagai proses belajar, dan memanfaatkan semua pengalaman secara didaktik.
Selain 2 diatas, masih banyak lagi rumusan ciri dan karakteristik pemimpin perusahaan yang tangguh dan efektif, diataranya adalah dati Enterprising Nation (1995), yang mensyaratkan untuk menjadi pemimpin perusahaan yang tangguh haruslah memiliki delapan kompetensi, yaitu: (a) people skills, (b) strategic thinker, (c) visionary, (d) flexible and adaptable to change, (e) self-management, (f) team player, (g) ability to solve complex problem and make decisions, dan (h) ethical/high personal standards.
Sedang American Management Association (1998) dalam buku Eighteen Manager Competencies yang mereka terbitkan sendiri, menuliskan 18 kompetensi yang harus dimiliki manajer tangguh, yaitu: (a) efficiency orientation, (b) proactivity, (c) concern with impact, (d) diagnostic use of concepts, (e) use of unilateral power, (f) developing others, (g) spontaneity, (h) accurate self-assessment, (i) self-control, (j) stamina and adaptability, (k) perceptual objectivity, (l) positive regard, (m) managing group process, (n) use of sosialized power, (o) self-confidence, (p) conceptualization, (q) logical thought, dan (r) use of oral presentation.
Rumusan-rumusan diatas penulis anggap sudah mencukupi dan dapat mewakili yang lain dalam merumuskan karakteristik pemimpin perusahaan yang tangguh dari perspektif psikologi dan manajemen. Namun berbeda dengan konsep modern yang melihat target hanyalah untuk mendapatkan keuntungan dunia, sebaliknya Islam lebih dari itu telah memberikan solusi agar yang kita kerjakan juga dapat menghasilkan keuntungan akhirat disamping dunia. Oleh karena itu konsep rumusan karakteristik pemimpin tangguh yang telah ada harus diintegrasikan dengan perinsip-prinsip yang sangat indah dari prinsip kepemimpinan Islam, sehingga yang didapatkan bukan hanya pemimpin perusahaan yang tangguh tetapi betul-betul seorang pemimpin perusahaan yang ideal.
Pemimpin yang tangguh + Prinsip Kepemimpinan Islam = Pemimpin Ideal
Sebagai sebuah agama yang komprehensif dan secara lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia, agama Islam memiliki prinsip-prinsip mendasar yang secara khusus mengatur penjabaran visi, misi, kewajiban, fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab manusia dimuka bumi ini. Tidak terkecuali dalam memimpin sebuah perusahaan, setiap pribadi yang mendapat amanah sebagai pemimpin harus tetap memegang prinsip-prinsip Islam yang sangat mulia. Sebagaimana firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu "(Al Baqarah :208).
Berkaitan dengan kepemimpinan yang termasuk didalamnya kepemimpinan dalam perusahaan, Islam juga telah memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna. Diantara prinsip yang paling utama untuk membentuk pemimpin yang ideal adalah :

a. Prinsip Ibadah
Seorang pemimpin yang pada hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya, maka sudah seharusnya dalam seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : "Dan tidak Ku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku" (Qs Adz Dzaariyat :56), dan juga pada ayat lain, "Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah saja dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, rekan sejawat, orang musafir yang terlantar dan juga hamba sahaya yang kamu miliki". (Qs An Nisa' : 36 ).

b. Prinsip Amanah
Seorang pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan 2 jenis amanah yang dibebankan kepadanya. Amanah yang pertama berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Yaitu kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya dan larangan Rasul-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang bersifat pibadi, maupun umum. Baik yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallahi) yang mengandung aspek ritual, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannasi) yang mengandung aspek sosial.
Amanah yang kedua adalah yang berasal dari manusia. Amanah ini meliputi berbagai hal yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk pemimpin mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya)" (Qs. Al-Anfaal : 27-28), dan juga ayat-ayat lain yang bermakna sama.

c. Prinspip Ilmu / Profesionalitas
Prinsip ilmu maksudnya adalah semua pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya "(Qs Al Israa': 36). Selain itu masih banyak ayat-ayat dalam Al Qu'an yang menggambar pentingnya ilmu, termasuk ayat yang pertama kali turun memerintahkan untuk ikra' (membaca).
Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist yang sudah sangat sering kita dengar mengatakan bahwa, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H. R. Bukhari bab Ilmu). Dan juga Imam Syafi'i yang merupakan salah satu ulama besar Islam mengatakan bahwa "barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan dua-duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu' Imam An-Nawawi).

d.Prinsip Keadilan
Allah SWT adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal itu dapat kita lihat dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam Al Qur;an. Beberapa diantaranya adalah : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(An Nisaa :135), dan juga "Katakanlah : Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan : Luruskanlah muka mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan "(Al A'raaf : 29).

e.Prinsip Etos Kerja / Kedisiplinan
Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha disamping berdoa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak pernah mengajarkan untuk hanya tinggal berharap dan berpangku tangan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT bahwa, "yang demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Qs Al Anfaal : 53).
Pada ayat :"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung" (QS Al Jumu'ah : 10), Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk segera bekerja setelah beribadah dan tidak hanya pasrah dengan alasan zuhud atau tawakkal. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman :" Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi… "(Qs Al Qashash : 77)

f. Prinsip Akhlaqul Qarimah
Sebagai seorang yang beriman sudah sepantasnya kita mencontoh Rasulullah SAW dalam seluruh aspek kehidupan terutama menyangkut masalah akhlak. Semua orang yang mengenal beliau, baik kawan maupun lawan pastilah akan memuji kemuliaan akhlak dan kepribadian beliau. Bahkan 'Aisyah istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, mengatakan bahwa seperti Al Qur'an. Allah SWT sendiri dalam salah satu ayat memuji beliau dengan mengatakan : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (Qs Al Qalam : 4).
Allah SWT juga telah menyampaikan kepada manusia apabila ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau, sebagaimana tersirat dalam ayat berikut, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (QS Al Ahzaab : 21).

BAB III
Penutup
KESIMPULAN 

 Para ilmuwan dan pemikir Islam seharusnya berusaha lebih keras dalam melakukan pengembangan psikologi  yang diharapkan nantinya dapat menjadi penyeimbang konsep psikologi modern yang cenderung sekularistik. Konsep dan rumusan prinsip mulia yang dimiliki Islam apabila dapat diintegrasikan secara tepat dan cermat dengan konsep psikologi dan manajemen modern akan menghasilkan suatu konsep baru dalam menciptakan model kepemimpinan dalam perusahaan yang ideal. Seorang pemimpin tidak hanya dapat membawa perusahaan yang dipimpinnya melesat maju, akan tetapi yang terpenting adalah bisa membawa kebaikan di dunia dan akhirat untuk dirinya dan orang lain.
Dua model pengembangan psikologi Islam tentunya masih perlu terus-menerus diuji sampai kemudian diperoleh mana yang dianggap menjadi pondasi yang kuat dalam usaha pengembangannya. Demikian pula dengan tulisan dan pendapat yang diajukan penulis dalam menggunakan konsep psikologi Islam untuk mendapatkan karakteristik pemimpin yang ideal tentu saja masih membuka peluang yang sangat luas untuk perbaikan dan kritik.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa tidak ada yang sempurna selain Allah SWT, maka dalam mengambil dan mempelajari sebuah ilmu kita tidak boleh bersifat jumud (mencukupkan diri), sehingga menutup diri dari pendapat yang berbeda dengan yang ada pada kita sebelumnya. Akhir kata penulis berdoa agar tulisan ini dapat bermamfaat dan dinilai sebagai amal ibadah yang ikhlas karena Allah SWT semata.

BAB IV
Daftar Pustaka
·         1. Al Qur'an dan Hadist Nabi Muhammad SAW
·         2. American Management Association. 1998. Eighteen Manager Competencies. New York: American Management Association
·         3. Bennis, Warren. 1997. Managing People is like Herding Cats. South Provo : Executive Excellence Publishing
·         Wikipedia.com